Open Architect mendapat tugas untuk merancang sekolah untuk 2000 murid, berumur 3-15 tahun, di Tiongkok. Reaksi pertama mereka adalah memikirkan bagaimana caranya membuat murid-murid tidak merasa ‘terjebak’ di satu tempat selama belasan tahun. Biro arsitek asal Beijing ini teringat sebuah pepatah Afrika, “Diperlukan sebuah desa (kampung) untuk membesarkan anak-anak”. Maka mereka pun membuat sekolah dengan konsep seperti sebuah perkampungan.

Sebuah kampung terdiri tidak hanya dari satu atau dua rumah, tetapi banyak rumah. Maka sekolah ini dirancang terdiri dari banyak massa bangunan, bukan seperti kebanyakan sekolah di Tiongkok yang berupa satu megastruktur. Setiap bangunan punya bentuk dan fungsinya masing-masing. Bersama dengan lansekap di antara gedung-gedung tersebut, maka terbentuklah lingkungan seperti kampung yang beragam dan semarak. Keuntungan lain dari gedung-gedung yang lebih kecil adalah waktu pembangunan yang lebih singkat, serta kemudahan untuk melakukan pengembangan selanjutnya di masa depan.
Dengan pendekatan tersebut, diharapkan para murid yang tersebar di 24 kelas Taman Kanak-kanak, 30 kelas Sekolah Dasar, dan 24 kelas Sekolah Menengah, bisa mempunyai lingkungan menyenangkan untuk tumbuh dan berproses seiring waktu mereka di tempat ini. Sekolah dengan gugusan gedung-gedung ini bernama Qingpu Pinghe School, lokasinya di kota paling luas dan paling banyak penduduknya di Tiongkok, Shanghai.
Sekilas kita bisa melihat sekolah ini punya gedung-gedung dengan bentuk yang berbeda. Gedung berbentuk kubus yang menampung ruang kelas, gedung administrasi dan laboratorium, gedung asrama murid yang berbentuk spiral, serta gedung Taman Kanak-kanak. Tiga gedung lagi adalah representasi dari 3 komponen esensial pada pendidikan kontemporer yaitu membaca (gedung Bibliotheatre), olahraga (Gedung olahraga dan kantin), dan seni (Gedung pusat kesenian).

Bibliotheater adalah gedung yang bisa digunakan oleh sekolah maupun komunitas lain di kota Shanghai. Gedung yang juga dijuluki ‘the blue whale’ karena warna biru dan ukurannya yang besar ini, berisi perpustakaan dan theatre. Penyatuan fungsi perpustakaan dan theatre berasal dari keyakinan bahwa membaca dan tampil adalah dua komponen penting pada tahap awal pendidikan anak.


Dua kotak putih yang terlihat menyolok dan modern adalah gedung olahraga dan kantin. Kantin berada di lantai dasar dengan dinding kaca-kaca transparan yang membuat bangunan ini dari kejauhan terlihat seperti kotak putih melayang. Di atap bangunan ada banyak jendela yang memastikan cahaya alami bisa masuk ke ruang-ruang olahraga di bawahnya—kolam renang dan lapangan basket.



Terletak di tengah-tengah ‘kampung’ pendidikan ini adalah bangunan Arts Center. Seperti halnya karya seni yang mungkin diartikan berbeda oleh setiap orang, gedung ini juga punya tampilan yang berbeda jika dilihat dari sudut yang berbeda. Ruang seni visual ada di atas ruang program seni pertunjukan. Masing-masing memiliki atrium tinggi ganda yang menembus volume gedung dan menghadirkan cahaya berlimpah ke dalam ruangan. Kedua atrium saling bersilangan dan saling berhubungan membentuk area publik di tengah, yang juga berfungsi sebagai galeri pameran.

Ruang-ruang kelas untuk jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah berada di gedung-gedung berbentuk kubus dengan dinding yang dilapisi papan bambu pada fasadnya. Gedung dari beton prefabrikasi berwarna putih menampung fungsi kantor administrasi dan laboratorium.
Bagi para desainer Open Architect, alam adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari pendidikan. Maka mereka merancang lansekap ruang terbuka di sekolah ini sama seriusnya dengan proses merancang bangunan dan ruang dalam. Taman, lahan basah, hutan, perbukitan, jalur lari, dan taman bermain menyatukan kampus menjadi sistem organik dengan metabolisme yang sehat. Bangunan-bangunan dan lanskap yang berada di antaranya, secara bersama-sama menciptakan lingkungan fisik yang kaya dan dinamis guna memfasilitasi pertumbuhan anak-anak.

Bagi para desainer Open Architect, alam adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari pendidikan. Maka mereka merancang lansekap ruang terbuka di sekolah ini sama seriusnya dengan proses merancang bangunan dan ruang dalam. Taman, lahan basah, hutan, perbukitan, jalur lari, dan taman bermain menyatukan kampus menjadi sistem organik dengan metabolisme yang sehat. Bangunan-bangunan dan lanskap yang berada di antaranya, secara bersama-sama menciptakan lingkungan fisik yang kaya dan dinamis guna memfasilitasi pertumbuhan anak-anak.


Jalur lari 400 meter standar yang membosankan tidak ada di sekolah ini. Tapi mereka punya jalur lari berkelok-kelok melintasi “kampung sekolah”, di antara gedung-gedung dan lanskapnya. Para murid bisa berolahraga sambil menikmati lingkugan tempat mereka berada.
Kembali pada kenyataan bahwa para murid bisa berada di sekolah ini selama belasan tahun, maka Open Architect membuat proyek ini bukan lagi sebuah kampus sederhana, melainkan organisme hidup yang menopang pertumbuhan kehidupan seperti halnya alam. Distribusi organik fasilitas pengajaran memungkinkan pembelajaran dapat terjadi di mana saja di kampus. Bangunan dengan skala yang akrab dan karakter yang khas mudah untuk terkoneksi dengan anak-anak.

Fasilitas untuk Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah diatur dalam kelompok yang relatif independen. Masing-masing disesuaikan dengan usia siswa, sehingga anak-anak dapat merasakan lingkungan fisik mereka “tumbuh dewasa” bersama, saat mereka melalui berbagai tahap pendidikanya.
Open Architect dan klien mereka berbagi pandangan tentang dampak atau peran sekolah ini dalam skala perkotaan. Mereka sepakat bahwa sekolah, saat ini dan di masa depan, harus bisa menjadi tempat interaksi sosial. Maka fungsi-fungsi besar seperti perpustakaan, theater, kolam renang, dan gedung olahraga, dirancang untuk dapat diakses oleh publik saat kegiatan belajar-mengajar tidak sedang berlangsung. Hal ini merupakan upaya untuk membuat penggunaan sumber daya publik lebih efisien dan berkontribusi pada masyarakat secara luas.

Leave a Reply