Effan Adhiwira adalah arsitek lulusan Universitas Gajah Mada yang kini tinggal di Bali. Seperti kebanyakan arsitek yang menyukai tantangan baru dan kebebasan mengeksplorasi desain, Effan memilih fokus ke bambu yang memberinya kedua hal tersebut.
Tahun 2011 Effan Adhiwara mendirikan biro arsitek sendiri, Effstudio. Seluruh proyek Effstudio menggunakan bambu sebagai material utama. Jika melihat karya-karya yang telah mereka hasilkan sejauh ini, mungkin hanya panda yang bisa mengalahkan antusiasme Effan terhadap bambu.
Kapan pertama kali tertarik untuk mengeksplorasi bambu lebih jauh?
Dulu, saat merasa ‘mentok’ bekerja dengan bahan alumunium prefab (Effan sempat dua tahun bekerja sebagai project architect pada perusahaan bangunan prefabrikasi), saya ingin mencari bahan yang murah, mudah didapat, bisa bagus dan juga kuat. Lalu saya sempat membuat satu proyek sederhana di perusahaan tersebut, sebuah rangka support tenda dengan bahan bambu. Ternyata hasilnya bagus, kuat dan murah. Bentuknya pun bisa lebih organik, yang sulit saya kembangkan pada bangunan-bangunan prefabrikasi.
Mengapa bambu sering dianggap sebagai material yang berkelanjutan (sustainable)? Apakah selalu demikian?
Menurut saya, sustainable atau tidak, bisa dilihat dari berbagai sisi. Bambu dipandang sustainable karena dua hal; karena karakter materialnya, dan dari cara penggunaan material tersebut. Bambu sebagai material dianggap sustainable karena cepat tumbuhnya, umur 4-5 tahun sudah bisa panen. Bahkan masa panennya jika sudah dewasa dan dengan metode yang baik bisa dilakukan setiap tahun. Yang kedua, penggunaan bambu yang baik sesuai dengan karakternya juga bisa membuat material ini dianggap sustainable. Sedangkan kalau tidak tepat guna, atau tidak sesuai karakteristiknya, menurut saya malah menjadi kurang sustainable. Misalnya memaksakan konstruksi bambu untuk konstruksi outdoor. Akibatnya struktur tidak akan bertahan lama karena sifat bambu yang tidak tahan terhadap cuaca secara langsung. Struktur bisa jadi cepat lapuk/pecah-pecah sehingga berbahaya dan jadi
lebih sering diservis atau diganti.
Bisakah bambu menjadi pengganti kayu?
Saya kira setiap material mempunyai karakternya masing-masing. Biarlah bambu menjadi bambu dan kayu menjadi kayu. Justru di situ serunya dan jadi tantangan manusia (arsitek) untuk menggunakan mereka, bahkan mengkolaborasikan mereka, menjadi sesuatu struktur yang baik sesuai dengan karakternya. Tapi memang saya dengar banyak yang berusaha demikian (menjadikan bambu sebagai pengganti kayu). Salah satu caranya dengan pembuatan balok bambu laminasi. Saya sendiri kurang suka dengan solusi itu. Saya tidak anti laminasi, saya pakai laminasi bambu untuk menciptakan bentuk-bentuk unik dan melengkung yang tidak bisa dibuat dengan bahan bambu utuh (bulat). Tapi kalau membuat balok-balok kotak dari bambu yang bentuk aslinya bulat dan berongga, sepertinya agak dipaksakan. Tuhan sudah menciptakan kayu untuk bisa dieksplorasi sedemikian rupa sehingga kita bisa mendapatkan material dengan dimensi kotak. Jadi kalau buat saya, kalau mau punya batang yang kotak, ya pakai kayu saja. Tapi ini pendapat saya lho ya.

Lalu dimana posisi Anda terkait hal itu?
Effstudio selalu berusaha membuat desain struktur yang hanya efektif, hanya bisa dibuat menggunakan material tertentu yang kami pilih. Misalnya; desain struktur bambu kami biasanya tidak akan efektif jika menggunakan bahan lain seperti kayu, baja, pipa, dan lain-lain. Mungkin karena kayu tidak bisa dilengkungkan, menggunakan baja yang bisa dilengkungkan tapi akan berat dan ongkosnya mahal.
Begitu juga harapannya jika kami nanti merancang desain struktur menggunakan bahan kayu atau baja, hanya akan efektif jika menggunakab bahan tersebut. Karena setiap bahan punya karakter masing-masing yang khas. Kalau dikolaborasikan tentu boleh, saling melengkapi dengan karakternya masing-masing.

Memangnya apa kekurangan bambu, jika dibanding kayu?
Pertama, tidak tahan sentuhan cuaca langsung (ekspos) karena mudah memuai dan mengkerut dengan cepat. Dan karena seratnya lurus dan bentuknya yang berongga, jika kena panas, udara dalam rongga akan memuai dan mebuat bambu pecah. Sedangkan jika kena panas dan hujan terus menerus, bambu akan mengalami degradasi warna menjadi putih kusam dan akhirnya retak dan ditumbuhi jamur. Kedua, daya tahan beban tekan tidak sebesar kayu yang sifatnya solid. Tiga, elastis, sehingga mudah bergoyang-goyang (dalam pandangan lain, elastisitas menjadi suatu keunggulan bambu). Dan keempat, bentuk dan ukurannya sangat heterogen. Untuk manusia jaman now yang hidup dalam dunia kotak-kotak dan serba terukur tentu akan merepotkan menggunakan material ini. Mungkin ini juga alasan orang membuat bambu laminasi, agar ukurannya bisa diseragamkan. Namun bagi kami (Effstudio) hal-hal di atas itu bukan kekurangan, tapi karakter yang harus diperhatikan dalam merancang. Misalnya; jangan bikin fasad bambu ekspos, menggabungkan beberapa batang bambu untuk tiang bangunan lebih dari satu lantai, tidak membuat struktur gantung (cantilever) menggunakan bambu. Jadi menciptakan desain yang organik mengikuti karakter material yang ada, tidak dipaksakan harus seragam semua.

Kira-kira berapa jenis bambu yang pernah Anda pakai?
Saya dengar ada lebih dari 1.000 jenis bambu di dunia. Kami pakai hanya sedikit yang memang sudah biasa dipakai konstruksi. Yang paling sering adalah bambu petung dan bambu apus. Kadang kami juga pakai bambu ori/duri untuk dekorasi. Selain itu kami berusaha menggunakan bambu-bambu lokal yang ada di sekitar lokasi proyek yang biasanya jenisnya juga berbeda. Misalnya pada proyek di daerah Kuningan, Jawa Barat, kami menggunaan bambu surat yang banyak tumbuh disekitar proyek. Di Sulawesi kami menggunakan bambu Tarancule (bahasa lokal) sejenis petung tapi sedikit lebih kecil.
Sejauh mana bambu bisa masuk di industri properti?
Mungkin masih agak susah. Harus banyak contohnya dulu sehingga orang-orang melihat, merasakan, mengalami dan kemudian percaya. Masih banyak pekerjaan rumah. Aturan pedoman konstruksi bambu saja belum ada. Bambu masih diklasifikasikan sebagai struktur semi-permanen, alhasil masih agak diragukan saat mengurus IMB. Masih sangat diragukan dan banyak pertanyaan tentang safety and
risk sehingga agak susah juga bagi pihak asuransi dan bank untuk mendanai atau diterima sebagai agunan. Sebagai alternatif jenis konstruksi untuk properti-properti
khusus dan privat mungkin sudah banyak peminat, tapi untuk industri saya kira masih belum.
Foto dok. EFFStudio
Leave a Reply