Karena Indonesia merupakan negara tropis, maka pria ini menganggap penting untuk menjadi desainer yang ahli di bidang tersebut. Selepas lulus dari ITENAS Bandung, ia melanjutkan pendidikan arsitekturnya ke jenjang master tentang building engineering untuk arsitektur tropis di negara dengan empat musim, Jerman. Kini Ren Katili sibuk menjadi dosen dan pembicara di berbagai event tentang arsitektur, selain membesarkan biro arsitektur yang didirikannya pada 2014, Studio Arsitek Tropis . Ada juga proyek kolaborasinya bersama Atelier Riri dalam Architect’s Life, menjadi kombinasi dan kompromi unik antara dua arsitek yang punya pendekatan berbeda. Berikut hasil wawancara kami dengan Ren Katili.
Apa tidak ada kampus di Indonesia yang mengajarkan khusus tentang bangunan tropis, sehingga Anda harus ke luar negeri untuk itu?
Setahu saya dulu tidak ada.
Lalu mengapa justru orang Jerman peduli tentang itu?
Ada ilmu-ilmu tertentu yang dilihat oleh orang di wilayahnya biasa saja, sementara orang dari luar melihatnya menarik dan penting. Mungkin orang indonesia menganggap paham tentang iklimnya sendiri, sehingga merasa tidak perlu belajar detail soal itu. Orang Jerman sangat memperhatikan teknik. Di sana saya belajar tentang merancang bangunan dengan pendekatan iklim, termasuk arsitektur tropis. Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam membuat desain yang merespon iklim. Pertama soal radiasi matahari yang akan mempengaruhi orientasi bangunan. Kedua temperatur dan ketiga kelembaban. Kita negara tropis berbentuk kepulauan. Kelembabannya tinggi karena banyak penguapan dari laut. Keempat curah hujan. Karena penguapan tinggi, maka curah hujan pun tinggi. Dan kelima kecepatan angin. Perbedaan suhu siang dan malam di Indonesia kecil, sehingga udara tidak bergerak dengan cepat. Lima hal tadi harus selalu direspon dengan baik oleh bangunan supaya menciptakan kenyamanan dalam ruangan.

Kenyamanan seperti apa?
Bagaimana kita bisa beraktivitas dengan nyaman di dalam ruangan untuk waktu yang lama. Menciptakan suhu ruangan yang terasa nyaman di kulit, maksimal sekitar 27-28 derajat celcius. Desain-desain yang lain bisa dikompromikan.
Apakah itu bisa disebut sebagai karakter desain Anda?
Ya. Tidak perlu menampilkan visual tertentu agar orang kenal desain saya. Kalau ibarat kue, orang baru tahu kalau kue itu buatan saya setelah memakannya. Biasanya klien merasa rumah buatan saya itu sejuk. Jadi harus dirasakan langsung. Saya pernah diminta untuk merenovasi rumah karya arsitek terkenal. Secara bentuk memang rumah itu keren. Namun setelah masuk terasa panas dan harus selalu menyalakan AC agar sejuk. Padahal seharusnya rumah bisa sejuk tanpa menggunakan AC.
Rumah tanpa AC? Di Jakarta?
Proyek-proyek saya di Jakarta membuktikan hal itu.
Apa benar, dalam mendesain sebuah proyek, Anda perlu menganalisa data iklim dan cuaca pada lahan tersebut dari lima tahun sebelumnya?
Benar. Di Indonesia ada beberapa titik penelitian kami. Dari data itu terlihat pergerakan arah angin dari mana ke mana, di setiap bulan. Bagi saya itu sangat penting. Begitu pula dengan data pergerakan matahari. Lalu saya melakukan pengukuran di lokasi, kelembabannya, temperaturnya, dan arah anginnya

Bagaimana dengan klien yang ingin bentuk tertentu pada rumahnya? Toh itu rumah mereka.
Selama prinsip arsitektur tropis bisa saya terapkan pada rumah tersebut, terserah bentuknya mau seperti apa. Saya sangat teknikal. Mungkin merancang bentuk yang indah adalah kelemahan saya. Untungnya partner saya di Studio Arsitektur Tropis bagus dalam mengolah bentuk. Kami bersinergi.
Jadi Anda memilih-milih klien?
Karena saya aktif berinteraksi di sosial media, mereka yang menghubungi biasanya karena tertarik dan sepaham dengan prinsip desain saya. Saya pernah batal menangani sebuah proyek rumah tinggal karena pemiliknya menolak ide taman tengah yang saya ajukan. Padahal taman tersebut penting untuk memastikan udara mengalir. Akhirnya saya lepas.
Bagaimana dengan rumah sederhana? Bisakah desain rumah dengan luasan terbatas merespon iklim dengan baik?
Tentu bisa. Saya pernah melakukannya di sebuah perumahan. Setelah jadi dan terasa sejuk, pengembangnya meminta ijin untuk menerapkan desain saya. Saya persilakan saja.

Apakah Anda bersedia jika diminta menyukseskan, misalnya, program perumahan rakyat yang dicanangkan pemerintah?
Mau sekali. Masyarakat berpenghasilan rendah juga layak mendapat hunian yang baik.
Bagaimana dengan Architect’s Life?
Saya dan Riri sering satu panggung sebagai pembicara acara bincang arsitektur atau desain. Kami melihat ketika tampil berdua, animonya cukup bagus. Pernah suatu ketika talkshow yang biasanya hanya satu jam bisa sampai tiga jam karena respon pengunjung sangat aktif, sampai harus diberhentikan panitia. Lalu kami berpikir bagaimana supaya pengetahuan dari acara-acara ini bisa lebih bermanfaat. Maka kami memilih format video agar pengetahuan yang kami bagi bisa dilihat berulang-ulang. Jadi Architect’s Life adalah serial video tentang kolaborasi dua orang arsitek dalam satu proyek. Dari mulai ide-ide, sketsa, sampai bangunan itu berdiri.
Apa dampaknya bagi Anda?
Dulu saya menganggap pengolahan bentuk itu soal ke sekian. Asal bangunan itu nyaman, bentuk tidak begitu penting. Paling-paling hanya untuk kesan 5-10 detik pertama. Setelah bekerjasama dengan Riri, saya menyadari bahwa selain kenyamanan, sebuah rumah bisa menjadi kebanggan bagi penghuninya. Merasa hanya mereka yang punya bagunan sebagus ini. Ternyata selain kenyamanan, identitas sebuah hunian juga penting.

Leave a Reply